Buscar

Page

Makam Selaparang

makam selaparang

Makam Selaparang
a)  Lokasi

Makam ini terletak di kampong Peresak, Desa Selaparang, kecamatan Pringgabaya, kabupaten Lombok timur. Kira-kira berjarak 4 km di sebelah barat laut ibu kota kecamatan Pringgabaya. Dari mataram ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Barat, jaraknya lebih kurang 55 km. Dapat di jangkau dengan segala jenis kendaraan, termasuk kendaraan jenis bus.

b)  Status

Makam selaparang termasuk sebuah monument peninggalan sejarah dan purbakala yang pada ditemukan dan dicatat sebagai peninggalan sejarah dan purbakala sudah tidak digunakan sebagaimana fungsinya semula, yaitu sebagai tempat pemakaman. Oleh karena itu, makam selaparang termasuk dalam klasifikasi “ monument mati “ atau dead monument “

c)  Fungsi

Makam Selaparang memiliki fungsi sosial yang cukup penting sebagai tempat berziarah. Makam ini terkenal juga dengan sebutan makam keramat raja Selaparang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peziarah pada waktu-waktu tertentu, terutama pada musim menjelang keberangkatan jamaah haji ke mekah, banyak yang memerlukan berziarah ke makam ini lebih dulu. Tradisi ini masih berlanjut sampai sekarang.

d)  Latar Belakang Sejarah

Di dalam kitab Negarakertagama, pupuh 14, disebutkan bahwa “Lombok Mirah” dan “Sasak” menjadi daerah kekuasaan Majapahit. Sekalipun para ahli berbeda pendapat mengenai penafsiran kata Lombok Mirah dan Sasak, sehingga melahirkan beberapa argumen yang berbeda. Namun para ahli ini sepakat bahwa lokasi yang dimaksud adalah pulau Lombok. Bahkan sebelum dapat dipastikan, apakah pada waktu itu sudah ada kerajaan Selaparang.
Selain sumber-sumber lokal, nama Selaparang juga terdapat dalam sumber-sumber Bali, Sumbawa, Makasar, Hikayat Banjar, dan dokumen yang di ambil pada masa kolonial belanda. Dari data masa Belanda, kerajaan Selaparang sangat identik dengan pulau lombok yang ketika itu dikuasai oleh kerajaan-kerajaan beragama Hindu. Fakta tersebut telah diterima karena adanya objek sejarah yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang di ungkapkan dari dokumen yang dimiliki Belanda.

Pada mulanya Selaparang merupakan salah satu dari kerajaan-kerajaan kecil yang ada di pulau Lombok. Masa itu, di Jawa timur salah satu kerajaan
terbesar di nusantara mengalami keruntuhan. Kerajaan itu adalah Majapahit. Kemudian untuk mempertahankan kekuasaannya Majapahit melakukan perluasan wilayah dengan ekspedisi menuju daerah timur yaitu Bali sekitar tahun 1343M kemudian diteruskan ke Lombok di bawah pimpinan Empu Nala untuk menaklukkan Selaparang yang mulai gencar memamerkan kekuatan kerajaannya.

Sumber lain menyebutkan bahwa setelah kerajaan Lombok dihancurkan oleh tentara Majapahit, Raden Maspatih melarikan diri ke dalam hutan, sekembalinya dari persembunyian, beliau mendirikan kerajaan baru di Patu Parang yang dinamakan Selaparang.

Tata Letak Kerajaan  Selaparang
Lokasi tempat berdirinya Kerajaan Selaparang sangatlah tandus dan berbatu. Sehingga patutlah kerajaan ini dinamakan Selaparang, sela artinya batu, sedangkan parang artinya karang, jika disatukan menjadi batu karang. Selain memiliki arti simbolis yang berarti kuat dan teguh, nama Selaparang juga menggambarkan daerah kerajaan yang memang banyak terdapat batu-batuan.

Daerah yang sangat berbatu ini juga mempengaruhi desain pagar dan bangunan rumah yang digunakan penduduk yang bermukim di sana hingga saat ini, ditambah pula dengan tempatnya yang terpencil. Kami menafsirkan, daerah yang tandus, biasanya menghasilkan karakter masyarakatnya yang keras dan sukar serta memiliki postur kekar. Akan tetapi masyarakatnya tetap dapat hidup makmur dengan berkebun sebagai mata pencaharian terbesar mereka. Seiring perjalanan dan sepak terjangnya, Selaparang dalam mencitrakan dirinya sebagai cikal bakal lahirnya kerajaan terbesar di Lombok, mendapat banyak bantuan dan kerjasama dari kerajaan lain sekitar Lombok, termasuk kerajaan Goa.
  
Dengan menilik sejarah yang lalu, kami juga menemukan alasan mengapa Kerajaan Selaparang memilih Pringgabaya sebagai tempat membangun istana yang baru. Kemungkinan besar hal ini untuk menghindar dari musuh yang mulai memperhitungkan ancaman dari perkembangan kerajaan Selaparang yang pesat. Daerah yang terpencil akan mempermudah Selaparang dalam melindungi dirinya dari serangan musuh.

Jika dilihat dari segi tata letak pun, kerajaan  Selaparang memfokuskan perhatiannya terhadap serangan musuh dari wilayah laut. Mereka berfikir, serangan yang paling sulit dilacak adalah serangan melalui sektor tersebut. Menurut prediksi kami hal inilah yang menyebabkan bangunan kerajaan selaparang menghadap ke arah laut. Di samping itu dalam ajaran hindupun terdapat kepercayaan, di mana arah utara dan timur akan memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan kerajaan. Ada dua alasan mengapa arah utara dan timur bermakna istimewa yang saling berkaitan. Dalam cerita dewa-dewi Hindu, dikisahkan dewi Parwati memiliki seorang anak yang sangat nakal, bernama Ganesa. Suatu hari, Ganesa melalakukan suatu kesalahan yang membuat ayahnya, Dewa Siwa menjadi murka dan tanpa disadari ia memotong kepaa Ganesa. Mengetahui hal tersebut Dewi Parwati menjadi sangat marah dan meminta Dewa Siwa menyambungkan kepala Ganesa dengan tubuhnya kembali. Hanya saja, senjata yang digunakan Dewa Siwa untuk memotong leher anaknya, mengakibatkan apa yang dipotong tidak dapat disambung lagi bagaimanapun caranya. Akhirnya, Dewa Siwa memutuskan untuk menggantinya dengan kepala manusia atau hewan yang sesuai dengan persyaratan yang di sebutkan oleh Dewi Parwati yaitu kepala hewan atau manusia yang menghadap ke arah barat atau arah selatan (kepala berada di timur atau utara), yang bermakna, arah timur merupakan simbolisasi dari Dewa surya yang memberikan cahaya kehidupan, sedangkan arah utara biasanya menghadap gunung  yang dipercaya sumber dari berkah yang melimpah karena merupakan asal dari materi penghidupan, seperti tumbuhan yang banyak tumbuh subur di pegunungan.


Sekarang ini satu-satunya peninggalan kerajaan selaparang yang masih dapat kita saksikan adalah makam selaparang yang diyakini merupakan makam-makam para rajanya yang pada saat itu telah menganut agama islam salah satunya adalah makam Ki Gading atau Penghulu Gading. Pada batu nisannya bertuliskan huruf arab dan huruf-huruf yang merupakan peralihan huruf jawa kuno ke huruf bali yang terdiri atas lima baris dan terpahat dalam bentuk relief timbul.yang berbunyi :

1.La ilaha ilallah
2.Wa muhammadun rasul
3.Ulla (dan) maesan
4.gagawean
5.parayuga

Menurut W.F Stutterheim, inskripsi tersebut adalah sebuah cadra sengkala yang bernilai angka tahun 1142 H atau 1729 M yang dihubungkan dengan kematian seorang raja selaparang yang pada 6 tahun sebelumnya berperang mengusir orang-orang Sumbawa dengan bantuan orang-orang bali yang pada akhirnya berhasil menanamkan kekuasaannya atas sebagian pulau Lombok.

Tambahan:
Pada mulanya makam ini dibangun ketika salah satu raja atau wali Selaparang di buru oleh Belanda, ketika itu raja tersebut konon menerobos dinding masjid yang berada di ssamping makam kemudian menghilang di sana. Atas dasar itulah makam ini dibangun.

Di kompleks makam ini dulunya juga terdapat perpustakaan di selatan masjid, namun oleh Belanda buku-bukunya ada sebagian yang diambil dan sebagian dimusnahkan, padahal perpustakaan ini sangat lengkap terutama menyangkut sejarah selaparang saat itu.
Syarat memasuki makam selaparang, kita harus dalam keadaan suci, bebas dari haid (untuk perempuan).

0 komentar:

Posting Komentar