a. Makam Kuno Bayan Belek
a)
Lokasi
Bangunan Masjid
Kuno Bayan Belek Terletak Di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok
Utara. Dinamakan Demikian Sesuia Dengan Lokasi Keberadaannya, Yaitu Dusun Bayan
Belek ( Bahasa Sasak : Besar ).
b)
Bentuk
Bangunan Dan Ragam Hias
1. Masjid
Masjid Bayan Beleq Terletak Diatas Sebidang
Tanah Dengan Topografi Yang Tidak Rata. Bangunan Intinya, Terletak Pada Bagian
Permukaan Tanah Yang Paling Tinggi. Didekat Masjid Terdapat Beberapa Buah Makam
Para Tokoh Penyebar Ajaran Agama Islam Di Bayan.
Bentuk Bangunan, Dan Luasnya Menjadi Ciri
Khas Dari Masjid Bayan Beleq Adalah :
1.
Bentuk
Denah Bangunan Masjid Bujur Sangkar, Panjang Sisinya 8,90
M. Tiang Utamanya (Saka
Guru) Ada 4 Buah Terbuat Dari Kayu Nangka, Berbentuk Bulat (Silinder)
Dengan Garis Tengah 23 Cm, Tinggi 4,60 M. Keempat Tiang Berasal Dari Empat Desa
(Dusun) Yaitu :
a)
Tiang Sebelah Tenggara, Dari Desa Sagang
Sembilok.
b)
Tiang Sebelah Timur Laut, Dari Desa Tereng.
c)
Tiang Sebelah Barat Laut, Dari Desa Senaru,
d)
Tiang Sebelah Barat Daya, Dari Desa Semokon.
Menurut Keterangan Para Pemangku Adat, Tiang
Utama Ini Diperuntukkan Bagi Para Pemangku Masjid Yaitu :
a) Tiang Sebelah Tenggara Untuk Khatib
b) Tiang Sebelah Timur Laut Untuk Lebai ( Kyai )
c) Tiang Sebelah Barat Laut Untuk Mangku Bayan Timur
d) Tiang Sebelah Barat Daya Untuk Penghulu.
2.
Tiang Keliling Berjumlah 28 Buah, Termasuk
Dua Buah Tiang Mihrab. Tinggi Tiang Keliling Rata-Rata 1,25 M, Dan Tiang Mihrab
80 Cm. Tiang-Tiang Ini Selain Berfungsi Sebagai Penahan Atap Pertama, Juga
Berfungsi Sebagai Tempat Menempelkan Dinding Terbuat Dari Bambu Yang Dibelah
Dengan Cara Ditumbuk, Disebut “Pagar Rancak”. Khusus Dinding Bagian Mihrab
Terbuat Dari Papan Kayu Suren, Berjumlah 18 Bilah. Perbedaan Bahan Dinding Ini Bermakna Simbolis, Bahwa Tempat Kedudukan
“Imam” (Pemimpin) Tidak Sama Dengan “Makmum” (Pengikut Atau Rakyat). Perbedaan
Tempat Menunjukkan Perbedaan Kedudukannya.
3. Atap Berbentuk Tumpang,
Terbuat Dari Bambu (Disebut “Santek”). Pada Bagian Puncaknya Terdapat Hiasan
“Mahkota”.
4.
Memperhatikan Ukuran Denah, Tinggi Tiang
Utama Dan Tiang-Tiang Keliling, Kita Dapat Membayangkan Bentuk Bangunan Itu.
Ukuran Tinggi Dinding Bangunan Yang Hanya 125 Cm, Jauh Dibawah Ukuran Tinggi
Rata-Rata Manusia Normal. Dengan Demikian, Setiap Orang Yang Hendak Masuk Ke Dalam
Bangunan Ini (Masjid) Tidak Mungkin Berjalan Dengan Langkah Tegap, Tetap Harus
Menunduk. Hal Ini Pun Mengandung Makna Penghormatan.
5.
Pada
Bagian “Blandar” Atas Terdapat Sebuah “Jait” Yaitu Tempat Untuk Manaruh
Hiasan-Hiasan Terbuat Dari Kayu Berbentuk Ikan Dan Burung. Ikan Ialah Binatang Air, Melambangkan Dunia Bawah Maksudnya
Kehidupan Duniawi. Sedangkan Burung Sebagai Binatang Yang Terbang Di Udara,
Melambangkan Dunia “Atas” Maksudnya Kehidupan Di Alam Sesudah Mati (Akhirat).
Makna Perlambang Yang Ada Di Balik Itu Ialah, Manusia Hendaknya Selalu Menjaga
Keseimbangan Antara Tujuan Hidup Di Dunia Akhirat.
6.
Pada
Bagian Atas Mimbar, Terdapat Hiasan Berbentuk Naga. Pada Bagian “Badan Naga”
Terdapat Hiasan (Gambar) Tiga Buah Binatang,
Masing-Masing Bersegi 12, 8, Dan 7. Hiasan Ini Melambangkan Jumlah Bilangan
Bulan (12), Windu (8), Dan Banyaknya Hari (7). Disamping Itu Juga Terdapat Hiasan Berbentuk Pohon, Ayam,
Telur, Dan Rusa. Di Dalam Seni Rupa Islam Pada Umumnya, “Hamper”
Tidak Pernah Ditemukan Motif Atau Ragam Hias Makhluk Hidup Yang Digambarkan
Secara Jelas. Adanya Ragam Hias Dengan Motif Makhluk Hidup Pada Mimbar Masjid
Di Bayan Beleq Menunjukkan Betapa Kuatnya Pengaruh Tradisi Pra Islam Masih
Mewarnainya.
Kijang (
Rusa ) Melambangkan Kelahiran Anak-Anak, Unggas Merepresentasikan Burung Yang
Bertelur, Sedangkan Kelapa, Padi Dan Kapas Melambnagkan Bermacam-Macam Tumbuhan
Yang Berkembang Biak Dari Benih Dan Buah. Penghulu Punya Penafsiran Yang Lain
Lagi. Ia Menyatakan Bahwa Patung Kayu Paksi Bayan Melambnagkan Persatuan
Indonesia Dari Sabang Sampai Merauke. Pahatan Mamalia, Unggas, Kelala, Padi Dan
Kapas Pada Permukaan Paksi Bayan Melambangkan Melimpahnya Kejayaan Alam
Indonesia. Dari Sabang Sampai Marauke, Berbagai Macam Binatang Dan Hasil Bumi
Bis Hidup Bersama-Sama Dan Tumbuh Dengan Baik.
2. Makam
Disamping Bangunan Masjid, Di Kompleks Ini
Juga Dijumpai Enam Buah Makam Yang Diberi Cungkup Sederhana. Makam-Makam
Dikeramatkan Oleh Penduduk Setempat Karena Ketokohan Dari Orang Yang
Dimakamkannya. Keenam Buah Makam Itu Ialah :
1. Makam Plawangan, Terletak Disebelah Selatan Masjid, Berukuran 3,60 M
X 2, 70 M Yang Dimakamkan Di Sini Ialah Orang Bayan Asli Yang Pertama Sekali
Masuk Agama Islam.
2. Makam Karangsalah, Terletak Disebelah Timur Laut Masjid, Berukuran
3,80 M X 2, 60 M.
3. Makam Anyar, Terletak Di Sebelah Barat Laut Masjid, Berukuran 7,60 M
X 6 Meter.
4. Makam Reak, Terletak Disebelah Selatan Masjid, Berukuran 8,40 M X 6,
20 Meter, Yang Dimakamkan Di Sini Ialah Orang Yang Pertama Kali Menyebarkan Agama
Islam Di Bayan.
5. Makam Titi Mas Penghulu, Terletak Disebelah Utara Masjid, Berukuran
3,9 Meter X 2,65 Meter Merupakan Makam Tokoh Penyebar Agama Islam Yang
Berikutnya.
6. Makam Sesait, Terletak Di Sebelah Utara Masjid Berukuran 10,20 M X
3,80 Meter.
Masing-Masing
Kompleks Makam Leluhur Menunjuk Pada Garis Partrilineal Tertentu. Makam Reak
Adalah Garis Tertua Bayan, Sehingga Makam Reak Diyakini Sebagai Makam
Sesungguhnya Susuhanan I ( Raja Pertama ) Bayan Dan Keluarganya. Makam-Makam
Lainnya, Disebut Berdasarkan Asal Tokoh Yang Dikebumikan ( Dan Nama-Nama Diri
Mereka Dalam Tanda Kurung ), Adalah Anak Turun Susuhanan Bayan I. Mereka Juga
Merupakan Cikal-Bakal Orang-Orang Dari Sukadana, Karangsalah, Anyar,
Karangbajo, Sesaid Dan Loloan Yang Mengunjungi Kompleks Tersebut Pada Saat
Diselenggarakan Upacara-Upacara Penting. Mereka Juga Meyakini Bahwa Para
Leluhur Yang Dimakamkan Di Makam Reak Merupakan Asal-Usul Dari Mereka Yang
Dikebunkan Di Makam-Makam Lain.
Lebai
Antasalam Adalah Salah Satu Penyebar Agama Islam Yang Pertama. Jasadnya Tidak
Dikebumikan Di Kompleks Itu. Ia Diyakini Mekrat
, Lenyap Secara Misterius Ketika Sedang
Shalat Di Masjid Kuno. Tempat Ia Lenyap Ditandai Dengan Batu. Lebai Yang
Sekarang Adalah Keturunannya.
Orang-Orang
Dari Bayan Beleq, Sukadana, Akar-Akar Dan Selengen, Sekalipun Terpisah Oleh
Batas-Batas Administrative Dan Fisik, Secara Cultural Mereka Saling Bertalian
Karena Nenek Moyang Mereka Di Yakini Di Makamkan Di Makam Reak. Keterkaitan
Mereka Juga Tercermin Tidak Hanya Melalui Acara Ritual Saja Tetapi Juga
Partisipasi Mereka Dalam Aktivitas-Aktivitas Seperti Renovasi Masjid Kuno,
Makam Pusat Dan Perayaan Hari Besar Islam. Partisipasi Cultural Mereka
Mengatasi Pemisahan Fisik Dan Politis.
Beberapa
Makam Umum Terletak Di Luar Makam Pusat. Makam Bayan Timur Dan Makam Bayan
Barat Berada Di Luar Makam Keramat. Yang Pertama Terletak Di Dekat Kampu Bayan
Timur Sedangkan Yang Kedua Terdapat Di Kampu Bayan Barat. Susuhanan Bayan Vii
Dan Titi Mas Pembaun Bija Diyakini Dikebumikan Di Makam-Makam Itu. Keturunan
Berikutnya Dari Susuhanan Bayan I : Titi Mas Mutering Alam Dan Titi Mas
Mutering Jagat Juga Dimakamkan Di Luar Komlpeks Makam Keramat. Almarhum Yang
Pertama Dahulu Menguasai Pelabuhan, Daerah Sekitar Pelabuhan Maupun Wilayah
Laut. Ia Dimakamkan Di Puncak Bukit, Loang Godek-Sebuah Dasan Di
Loloan-Mengahadap Ke Laut. Makamnya Yang Dikeramatkan Dikenal Sebagai Gedeng
Lauq. Sedangkan Almarhum Yang Kedua Menguasai Dataran, Dan Dimakamkan Di
Lendang Bangket Samar-Satu Kawasan Hutan Di Bayan Timur. Makamnya Yang
Dikeramatkan Disebut Gedeng Daya. Perumbak Lauq Dan Perumbak Daya Adalah Mereka Yang Berkedudukan Penting Sebagai
Penjaga Makam Yang Bertanggung Jawab Atas Kebersihan Halaman Dan Perawatan
Kedua Gedeng Itu, Serta Menjaga
Kawasan Di Sekitar Tempat Keramat Tersebut.
c)
Tinajuan
Historis Arkeologis
Masjid Kuno Bayan
Beleq Merupakan Bukti Islam Masuk Di Pulau Lombok Sekitar Abatd Ke 19. Dilihat Dari Bunyi Dua Kalimat
Sahadatnya Kitap Fikih, Suluk, Sarwadadi, Dan Lontar Yang Menjadi Pedoman
Pemeluk Agam Islam Pada Masa Awal Di Lombok, Jelas Bahwa Agama Islam Di Pulau
Lombok Dari Pulau Jawa.Setelah Raja Lombok(Yang Berkedudukan Di Teluk Lombok) Menerima
Islam Sebagai Agama Kerajaan, Dari Lombok Agama Islam Di Kembangkan Ke Seluruh
Wilayah Kerajaan Tetangga, Seperti Langko, Pejanggik, Parwa, Sarwadadi, Bayan,
Sokong, Dan Sasak.
Sunan Pengging Pengikut Sunan Kali Jaga Datang Di Lombok Pada Tahun 1640
Untuk Menyiarkan Agama Islam. Ia Kawin Dengan Putri Dari Kerajaan Parwa
Sehingga Menimbulkan Kekecewaan Raja Goa. Selanjutnya Raja Goa Menduduki Lombok
Pada Tahun 1640. Sunan Pangging Yang Terkenal Juga Dengan Nama Pangeran
Mangkubumi Lari Ke Bayan. Di Bayan Inilah Ia Mengembangkan Ajaranya Yang Kelak
Menjadi Pusat Kekuatan Suatu Aliran Yang Disebut Waktu Telu. Bagi Masyarakat
Lombok Pada Umumnya, Bayan Dikenal Dengan Sebuah Desa Tua Dalam Arti
Kebudayaannya. Nama Bayan Identik Dengan Sosok Desa Tradisional, Adat Istiadat,
Norma-Norma Budaya Lama Yang Masih Mewarnai Pola Kehidupan Masyaraktnya.
Masjid Kuno Bayan Beleq Adalah Peninggalan Terpenting Dan Terbesar Yang
Dapat Dijadikan Sebagai Bukti Dan Bahan Kajian Tentang Perkembangan Peradaban
Islam Di Pulau Lombok Pada Umumnya, Di Bayan Pada Khususnya. Bila Diperhatikan
Bentuk, Ukuran Dan Gaya Arsitekturnya, Terdapat Persamaan Yang Mendasar Dengan
Bangunan Masjd Kuno Lainnya. Bentuk Dasar Bangunan Busur Sangkar, Konstruksi
Atap Tumpang Dengan Hiasan Puncak Berupa Mahkota Yang Merupakan Ciri Khas Dari
Bangunan Masjid Pada Periode Perkembangan Islam Di Indonesia.
Letak Bangunan Berada Pada Tempat Yang Tinggi Tata Letaknya Berdampingan
Dengan Makam Tokoh-Tokoh Penyebar Agama Islam Di Bayan. Kesemuanya Itu
Menunjukkan Adanya Kesamaan Konsepsi Pemikiran Masyarakat Pendukung Kebudayaan
Itu (Islam Di Bayan ) Dengan Masyarakat Pra Islam. Sikap Konsisten Masyarakat
Bayan Yang Selalu Berusaha Untuk Tidak Mengubah Bentuk Maupun Bahan Bangunan
Yang Digunakan (Dengan Alasan Kepercayaan ) Menunjukkan Bahwa Intensites
Pengaruh Kebudayaan Lama Pada Masyarakat Bayan Sangat Kuat.
Sebagaimana Dituturkan Oleh Pemangku Adat Bayan, Bahwa Bahan Atap Bangunan
Masjid Harus Diambil Dari Tempat Khusus, Di Desa Senaru. Bila Atapnya Rusak
Atau Hancur, Perbaikanya Harus Pada Tahun Alip Yang Datangnya Sewindu (8 Tahun
) Sekali. Pembebanan Biayanya Pun Secara Tradisional Telah Terbagi Kepada
Masyarakat Desa Di Sekitarnya Yaitu:
1.
Atap Sebelah Utara, Desa Anyar
2.
Atap Sebelah Timur, Desa Loloan
3.
Atap Sebelah Selatan, Desa Bayan
4.
Atap Sebelah Barat, Desa Sukadana
Pelaksanaan Perbaikan Secara
Gotong Royong, Dipimpin Oleh Pemangku Adatnya.
d)
Status
Bangunan Masjid Kuno Bayan Belek
Merupakan Bnagunan Yang Bernilai Sejarah Dan Kepurbakalaan, Berasal Dari Masa
Awal Berkembang Agama Islam Di Lombok. Ajaran Islam Yang Berlaku Bagi Kelompok
Masyarakat Pengguna Bangunan Masjid Kuno Ini Di Kenal Dengan Nama “ Wetu Telu
“. Keberadaan Klelompok Masyarakat Itu Secara Formal Terhapus Sejak Tahun 1960,
Pada Masa Penumpasan Sisa-Sisa G 30 S/Pki. Kondisi Yang Terjadi Pada Waktu Itu,
Masyarakat Beramai-Ramai Meninggalkan Berbagai Bentuk Kepercayaan Yang Dinilai
Tidak Sesuai Demikian, Praktis Bangunan Masjid Kuno Bayan Belek Ditinggalkan
Oleh Masyarakat Pendukungnya. Jasilah Bangunan Tersebut Sebuah “ Monument Mati
“.
b. Taman Narmada
a)
Lokasi
Taman
Ini Terletak Di Lembuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Daerah Tingkat Ii Lombok
Barat. Berjarak Lebih Kurang 12 Km Dari Pusat Kota Mataram, Ibu Kota Propinsi
Nusa Tenggara Barat, Terletak Pada Ketinggian Lebih Kurang 127 Meter Diatas
Permukaan Laut. Kompleks Taman Ini Berada Di Tepi Jalan Raya Yang Menghubungkan
Kota Mataram Dengan Kota-Kota Lain Di Pulau Lombok Bagian Timur. Dari Mataram
Lebih Kurang 11 Km.
b)
Ukuran
Dan Luas
Secara Garis
Besar, Kompleks Taman Narmada Terbagi Menjadi Dua Kelompok Yaitu :
1) Kelompok Bangunan Yang
Bersifat Sacral (Disucikan), Yakni Kelompok Bangunan Yang Ada Di Sebelah Timur,
Berupa Kelompok Bangunan Pura (Pura Kelasa) Dan Kelebutan (Tempat Mata Air “Air
Awet Muda”).
2)
Kelompok
Bangunan Yang Bersifat Profane, Berada Di Bagian Barat Yaitu Bale Mukedas Atau
Bale Agung, Bale Terang, Bale Loji, Dan Bale Tajuk Yang Kini Telah Tiada ( Di
Sebelah Barat/Atas Telaga Ageng).
Kedua Kelompok
Bangunan Itu Menyatu Menjadi Satu Kompleks Taman, Secara Keseluruhan Di Sebut
Taman Narmada. Luas Taman Keseluruhan 60.250 Meter Persegi, Sedangkan Luas
Bangunan Yang Ada Berjumlah 1.249 Meter Persegi.
c)
Fungsi
Keberadaaan
Taman Narmada Sering Dikaitkan Dengan Anak Agung Gde Ngurah Karangasem Dari
Dinasti Kerajaan Karangasem Sewaktu Berkuasa Di Lombok. Fungsi Utama Taman Ini
Ialah Sebagai Tempat Peristirahatan Dan Pemujaan, Karena Di Dalamnya Terdapat
Banguna Pura.
Taman
Narmada Juga Di Kenal Dengan Nama “ Istana Musim Kemarau “. Sebab Jika Musim
Kemarau Tiba. Istana Raja Yag Disebut “ Pura
Ukir Kawi “ Di Cakranegara Ditinggalkan Oleh Raja Untuk Beristirahat
Taman Narmada.
Taman
Narmada Termasuk Salah Satu Obyek Benda Cagar Budaya Sebagaimana Dimaksud Dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya. Oleh Karena Itu
Pemanfaatannya Hanya Sesuai Dengan Ketentuan-Ketentuan Yang Tercantum Di Dalam
Undang-Undang Tersebut. Taman Narmada Pada Masa Sekarang, Bagian Dari Kelompok Banguna Sacral Tetap Dimanfaatkan
Sebagai Sarana Kegiatan Ritual Keagamaan ( Hindhu ), Sedangkan Kelompok
Bangunan Profane Atau Bagian Taman Pada Umumnya Dimanfaatkan Sebagai Sarana
Rekreasi.
d)
Status
Kompleks
Taman Narmada Secara Keseluruhan Merupakan Peninggalan Dari Kerajaan Karang
Asem Sasak ( Di Lombok ) Atau Yang Kemudian Berganti Nama Menjadi Cakranegara.
Kelompok Banguna Yang Bersifat Profaan, Fungsinya Sebagai “ Taman Raja”.
Kelompok Banguna Tersebut Tidak Difungsikan Lagi Bersamaan Dengan Berakhirnya
Kekuasaaan Kerajaan Cakranegara 1894, Saat Masuknya Kekuasaan Colonial Belanda.
Kelompok Bangunan Ini Dapat Dikategorikan Sebagai “ Dead Monument “, Maksudnya
Sudah Tidak Dimanfaatkan Sebagaimana Fungsinya Semula. Kelompok Bangunan Yang
Bersifat Sacral, Hingga Kini Masih Digunakan Sebagai Tempat / Sarana Kegiatan
Ritual Keagaam ( Hindu ) Oleh Karena Itu Kelompok Bangunan Sacral Ini Tergolong
“ Living Monument “ Yang Masih Hidup “ Artinya Masih Dimanfaatkan Sebagaimana
Fungsinya Semula.
Di
Dalam Kompleks Taman Ini Terdapat Dua Kelompok Bangunan Yang Berbeda Sidatnya
Oleh Karena Itu Pengelolaannya Pun Dilakukan Oleh Dua Lembaga, Yaitu :
a)
Bangunan-Banguna
Yang Digunakan Sebagai Sarana Kegiatan Ritual Keagamaan ( Hindu ) Di Kelola
Oleh Karma Pura
b)
Kelompok
Bangunan Yang Bersifat Profan Dimanfaatkan Sebagai Sarana Rekreasi / Objek
Wisata Dan Dikelola Oleh Pemerintah
Daerah Tk Ii Kabupaten Lombok Barat.
Karena
Taman Narmada Merupakan Peningalan Sejarah Dan Purbakala, Juga Sebagai Benda
Cagar Budaya, Maka Hal-Hal Yang Bersifat Kesejahteraan Dan Kepurbakalaan
Ditangani Oleh Departemen Penididkan Dan Kebudayaan. Dalam Hal Ini Kantor
Wilayah Depdikbud Propinsi Nusa Tenggara Barat.
e)
Latar
Belakang Sejarah
Taman
Narmada Merupakan Peninggalan Kerajaan Karangasem Sasak (Di Lombok) Atau
Cakranegara.Taman Narmada Merupakan Salah Satu Peninggalan “Raja-Raja Bali” Di
Lombok.Secara Fisik Termasuk Yang Terbesar Dan Paling Indah.Melihat Kenyataan
Ini Dapatlah Diperkirakan Bahwa Pelaksanaan Pembangunn Taman Narmada Memerlukan
Biaya Yang Tidak Sedikit Serta Kondisi Waktu Yang Lama.Pembanunan Taman Narmada
Hamper Dapat Dipastikan Terjadi Setelah Seluruh Kerajaan Bali Di Lombok Dapat
Dipersatukan.
Tim
Penyusun Masterplan Pemugaran Taman Narmada (Depdikbud, 1982/1983)
Berkesimpulan Bahwa Pembangunan Taman
Narmada Terjadi Sekitar Tahun 1883 Dan Sebelum Tahun 1894, Sebagai Tahun
Berakhirnya Kekuasaan Mataram Yang Pada Waktu Itu Berpusat Di Cakranegara.
Dari
Sumber Lisan Diperoleh Keterangan Bahwa Taman Narmada Dibuat Sebagai Tiruan
Danau Segara Anak Di Gunung Rinjani.Maksudnya Sebagai Tempat Upacara Pakelem
Setiap Tahun Yang Dipimpin Langsung Oleh Raja.
Upacara
Pakelem Atau Upacara Meras Danooe Adalah Upacara Yang Dilaksanakan Sekali
Setahun Di Danau Segara Anak.Puncak Acara Ialah Membuang Atau Melabuh
Benda-Benda Terbuat Dari Emas Berbentuk Ikan, Udang, Kepiting, Dan Penyu Yang
Bertuliskan Huruf-Huruf Magis (
“Syllable Magis” ) Ke Dalam Danau.Tujuan Upacara Ini Ialah Memohon Kepada Dewa
Agar Melimpahkan Kebahagiaan Dan
Kesejahteraan Kepada Rakyat Serta Kekuasaan Raja Yang Sedang Memerintah Kekal.
Ketika
Raja Lanjut Usia, Secara Fisik Sudah Tidak Kuat Lagi Memimpin Secara Langsung
Upacara “Pakelem” Di Gunung Rinjani, Maka Dibuatlah “Duplikat Telaga Segara
Anak” Di Taman Narmada.Kemudian Upacara Meras Danoe Dialihkan Ke Taman
Narmada.Namun Demikian Acara Labuhnya Sendiri Tetap Dilaksanakan Di Danau
Segara Anak Oleh Pendeta Dan Para Pembantunya.
Nama Narmada
Diambil Dari Narmadanadi, Anak Sungai Gangga Yang Sangat Suci Di India. Bagi
Umat Hindu, Air Merupakan Suatu Unsur Suci Yang Memberi Kehidupan Kepada Semua
Makhluk Di Dunia Ini. Air Yang
Memancar Dari Dalam Tanah (Mata Air) Diasosiasikan Dengan Tirta Amerta (Air
Keabadian) Yang Memancar Dari Kensi Sweta Kamandalu.
f)
Pemugaran
Secara
Berangsur-Angsur Taman Ini Berubah Fungsi Menjadi Tempat Rekreasi Dalam Arti
Terbuka Untuk Umum. Sehingga Pemugaran Terhadap Pemugaran Bangunan Itu Tidak
Diketahuia Secara Jelas. Bila Kita Bandingkan Peta Situasi Yang Di Buat P De
Roo De La Faille Tahun 1899 Dengan Peta Yang Dibuat Departemen Perkerjaan Umum
Setelah Masa Kemerdekaan Dengan Peta Sekarang Dapat Dipastikan Bahwa Taman
Narmada Mengalami Pemugaran Maupun Perbaikan Sejalan Dengan Fungsi Taman Itu
Sendiri.
Sebagai
Contoh Pada Tahun 1899 Tidak Ada Pintu Penghubung Dari Halaman Pasarean Ke
Kolam Padmawangi Seperti Pada Peta Tahun 50 Maupun Keadaan Sekarang,Dahulu Kita
Harus Melewati Halaman Jabalkab Lewat Pintu Timur/Pintu Timur Halaman Beneingh.
Di Samping Itu Pada Peta Situasi Tahun 1899 Pintu Masuk Pura,Sesuai Dengna Arah
Hadap Kelima Bangunan Pelinggih(Meru) Di Halaman Jeroan. Kemungkinan Besar
Gapura Panduraksa (Pintu Masuk)Di Sebelah Barat Dibuat Kemudian. Padmawangi
Dengan Telaga Ageng Yang Terdapat Pada Peta Yang Di Buat Tahun 50an,Sekarang
Sudah Menjadi Kolam Renang (Kolam Duyung), Tidak Lain Merupakan Perluasaan Dari
Pancuran Yang Khusus Untuk Mandi Raja Atau Anak Agung. Pada Peta Situasi Tahun
1899,Di Tempat Itu Tidak Terdapat Kolam Melainkan Bangsal Di Kanan-Kiri Pintu
Paduraksa. Hampir Dapat Dipastikan,Perluasan Pancuran Raja Menjadi Kolam Kecil
Lengkap Dengan Kamar Ganti Pakaianya Terjadi Setelah Jatuhnya Mataram Ke Tangan
Belanda. Dugaan Ini Didasarkan Kepada Intrpretasi Bahwa Jika Raja Akan
Menjalankan Upacara Persembahyangan Di Pura,Ia Akan Keluar Dari Kelompok
Bangunan Melalui Pintu Timur Di Di Halaman Beneingh. Dari Sini Mnuruni Tangga
Menuju “Pelantaran”,Lalu Masuk Ke Pintu Paduraksa Ke Kompleks Bangunan Pancur
Raja. Kemudian Keluar Dari Pintu Belakang Menaiki Tangga(Undak-Undak) Menuju
Pura.
Berdasarkan
Data Yang Ada, Telah Terjadi Beberapakali Pemugaran:
Tahun 1962:
·
Pembangunan
Cungkup Sumber Air Kolam Padmawangi(Air Awet Muda).
·
Pemugaran
Telaga Ageng/Telaga Seggara Anak
Tahun 1967-1968:
·
Pembongkaran
Gapura(Pintu Masuk)Sebelah Utara Yang Menghadap Ke Jalan
Raya.Kemudian Di Tempat Yang Sama Dibangun
Gapura Berbentuk “Candi Bentar”.
·
Merendahkan
Tembok Pemisah Antara Halaman Jabalkab Dan Halaman Mukedas,Di
Belakang Bangunan Loji.
·
Pembongkaran
Tembok Sisi Barat Halaman Mukedas,Dan Pembangunan Gapura
Bentar Sebelah Barat Bangunan Loji.
·
Pembongkaran
Kolam Kecil Lengkap Dengan Kamar Ganti
Pakaian,Dan Sebuah Pintu
Paduraksa. Di
Tempat Yang Sama Kemudian Dibangun Kolam Renang Lengkap Dengan
Dua Bangunan Ganti Pakaian Dan Sebuah
Bangunan Rumah Makan.
·
Pemasangan
(Penambahan) Pot Pancuran Di Tengah Kolam Padmawangi.
Tahun 1969:
·
Memperluas
Bale Pawedaan Di Dalam Pura
Tahun 1972-1973:
·
Membongkar
Dan Merendahkan Tembok Sebelah Barat Halaman Jabalkab
·
Menjebol
Tembok Dan Membuat Pintu Di Sudut Tenggara Halaman Jabalkab.
·
Membangun
Cungkup Sumber Air Di Sebelah Timur Pancuran(Sebelah Timur Kolam
Renang)
Tahun 1976-1977:
·
Pembongkaran
Tembok Pemisah Antara Halaman Mukedas Dan Halaman Pasarean
·
Pembongkaran
Dinding Ruangan Bangunan Loji Di Halaman Pasarean Di Sertai Dengan
Pergantian 12 Tiang Utamanya,Lantai Ubin Dan
Sebagainya.
·
Pembugaran
Bale Terang Berupa Penggantian Kap Dan Pengecatan
·
Pemugaran
”Candi Bentar” Yang Menghadap Ke Barat Di Halaman Pura
Tahun 1978:
·
Pemasanngan
Atap Bangunan”Pancuran Siwaq” Di Sebelah Selatan Kolam Renang
“Duyung”. Fungsinya Tempat Pemandian
Laki-Laki
·
Pembongkaran
Bale Tanjuk Di Halaman Becingah,Kemudian Membangun Sebuah
Rumah Tinggal(Rumah Peristirahatan)
·
Pembangunan
Rumah Makan(Lembur Kuring) Pada Bagian Sudut Barat Daya Halaman
Petandakan.
·
Pembangunan
“Ruang Diskotik” Di Halaman Pawargaan
Dan Keputusan
Akhir Adalah Mengembalikan Kondisi Taman Narmada Sesuai Dengn Aslinya Menurut
Keadaan Sekitar Awal Dasawarsa 1970-An. Pemugaran Taman Narmada Oleh Dapertemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Dimulai Pada Tahun Anggaran 1980/1981 Dengan Dana
Proyek Pemugaran Dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Nusa Tenggara
Barat Menghabiskan Dana Rp.259.378.010,00.Dilakukan Secara Bertahap, Selesai
Pada Tahun 1987/1988. Upacara Peresmian Purna Pugar Dan Penyerahan Kembali
Kepada Pemerintah Daerah Tingkat 1 Nusa Tenggara Barat Dilakukan Pada Tanggal
27 Februari 1988. Hadir Pada Waktu Itu Direktur Jendral Kebudayaan,Drs.Gbph Poeger.
c. Taman Lingsar
a)
Lokasi
Di
Desa Lingkar Terdapat Sebuah Taman Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Yang Cukup
Terkenal. Di Dalamnya Terdapat Dua Jenis Sarana Kegiatan Ritual Keagamaan Dari
Dua Kelompok Masyarakat Dengan Latar Belakang Agama Dan Suku Bangsa Yang
Berbeda. Antara Keduanya Menamakan Peningglan Bersejarah Ini Dengan Sebutan
Yang Berbeda Menurut Kepentingan Masing-Masing. Oleh Karena Itu Dalam Tulisan
Ini Hanya Disebut Nama “ Taman Lingsar “ Saja. Sesuai Dengan Lokasi
Keberadaanya.
Taman
Ini Terletak Di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Berjarak Kurang Lebih 7,5 Dari Kota Mataram. Prasarana Jalan Menuju Tempat Ini,
Baik Dari Kota Mataram Maupun Dari Bandar Udara Selaparang, Berupa Jalan
Beraspal Yang Cukup Bagus, Sehingga Mudah Dikjangkau Dengan Segala Jenis
Kendaraan.
b)
Ukuran
Dan Luas
Taman
Di Sekitar Pura Dan Kemaliq Lingsar Ini Pada Mulanya Sangat Luas, Tidak Kurang
Dari 40.000 Meter Persegi. Beberapa Bagian Dari Taman Ini Sekarang Telah
Berubah Menjadi Lahan Pertanian Dan Kebun, Misalnya Sawah Yang Terletak Di
Sebelah Selatan Telaga Ageng. Bagian Sebelah Barat Kolam Kembar, Dan Kebun
Manggis Yang Terletak Di Sebelah Timur Kelompok Banguna Pura Dan Kemaliq.
Pembenahan
Taman Yang Dilakukan Oleh Dinas Pariwisata Tk.I Nusa Tenggara Barat Dalam
Bentuk Pembuatan Gapura Dan Pagar Keliling Kompleks Kolam Kembar Pada Tahun
1993-1995, Praktis Mengubah ( Mengurangi ) Luas Taman, Karena Di Sebelah Barta
Kolam Kembar Itu Masih Terdapat Sebuah Kolam Yang Sebenarnya Merupakan Bagian
Dari Taman. Tetapi Dengan Dibuatnya Pagar, Kolam Yang Di Sebelah Barat Itu Kini
Menjadi Terletak Di Luar Taman Dan Kondisinya Menjadi Semakin Kurang Terawat.
Di
Dalam Kompleks Taman Ini Terdapat Dua Kelompok Banguna Sarana Kagiatan Ritual
Keagamaan, Yaitu Sebuah Pura Dan Sebuah Kemaliq. Di Halaman Depan Pura Dan
Kemaliq Terdapat Beberapa Buah Bangunan Terbuka, Yaitu :
1)
Pada
Halaman Ats, Depan Pura Terdapat Dua Buah Bale Jajar Dengan Luas Masing-Masing
56.22 Meter Persegi Dan Satu Buah Bale Bundar, Luasnya 36 Meter Persegi
2)
Pada
Halaman Bawah, Disebut Halaman “ Bencingah “, Di Depan Kemaliq Terdapat Dua
Buah Sekepat Dengan Luas Masing-Masing 4,84 Meter Persegi, Dan Dua Buah Dapur
Yang Luasnya 10,5 Dan 29,7 Meter Persegi.
Kompleks
Taman Ini Dapat Dikelompokkan Menjadi Beberapa Bagian Atau Kelompok Bangunan,
Yaitu :
1)
Kompleks
Kolam Kembar ( Bagian Paling Depan )
(
5.585,40 M2 )
2)
Halaman
Taman Bagian Atas ( Di Depan Pura Dan Sekitarnya )
(
9.339,26 M2 )
3)
Halaman
“ Bencingah “ ( Bagian Bbawah, Depan Kemaliq ) ( 1.920,00 )
4)
Kelompok
Banguna Pura ( Di Dalam Pagar )
1.179,80
)
5)
Kelompok
Banguna Kemaliq, Termasuk “ Pesiraman “ ( Di Dalam Pagar ) ( 1.320,00 M2 )
6)
Telaga
Ageng ( Kolam Besar, Disebelah Selatan ) ( 6.230,00 M2 )
7)
Pancuran
Sembilan ( Tempat Pemandian Laki-Laki ) Dan Sekitarnya ( 1.089,00 )
_________________________________________
+
Jadi
Jumlah Keseluruhan Nya = 26.663,34 M2
c)
Fungsi
Telah
Dijelaskan Bahwa Di Dalam Kompleks Taman Ini Terdapat Pura Dan Kemaliq. Pura Merupakan Sarana Kegiatan
Ritual Bagi Pemeluk Agama Hindhu, Pada Umumnya Dari Masyarakat Suku Bali.
Kemaliq Merupakan Sarana Kegiatan Ritual Bagi Penganut Ajaran “ Waktu Telu “,
Pada Umumnya Dari Suku Sasak. Kedua Kelompok Taman. Antara Keduanya Dibatasi
Oleh Pagar Ttembok. Pada Tembok Pembatas Itu Terdapat Dua Buah Pintu
Penghubung. Secara Visual, Dari Luar Tampak Sebagai Satu Kesatuan.
Dalam Perkembangan Selanjutnya, Kemaliq Tidak Hanya Digunakan
Sebagai Tempat Pemujaan Bagi Orang-Orang Suku Sasak Saja, Tetapi Banyak Juga Warga Keturunan Cina
Yang Berkunjung Kemai. Mereka Pada Umumnya Penganut Agama Budha Dan Kong Fu
Tse. Dengan Demikian Kelompok Masyarakat Yang Melakukanpemujaan Di Tempat Ini
Menjadi Bertambah. Suatu Bentuk “ Kebhineka Tunggal Ikaan “ Yang Unik.
Dari
Penjelasan Tersebut Ditinjau Dari Sudut Cultural Taman Linggsar Memiliki
Keunikan Tersendiri, Sehingga Keberadaanya Sangat Menarik Bagi Puhak-Pihak Yang
Menangani Bidang Kepariwisataan. Semakin Banyak Pihak Yang Merasa Berkepentingan,
Semakin Banyak Pula Pihak Yang Menaruh Perhatian, Sehingga Penanganan Taman
Lingsar Menjadi Semakin Kompleks Dan Rumit.
Sebagai
Sebuah Objek Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Dengan Cirri Yang Khas Dan Unik,
Taman Lingsar Kini Mengemban Berbagai Fungsi Yaitu Sebagai Tempat Kegiatan
Ritual Keagamaan, Sarana Rekreasi Fungsi Social Bagi Masyarakat Di Sekitarnya.
d)
Status
Sesuai
Dengan Usia Maupun Latar Belakang Keberadaannya, Tidak Diragukan Lagi Bahwa
Taman Lingsar Merupakan Objek Benda Cagar Budaya Sebagaimana Dimaksud
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Pasal 1.
Bangunan
Pura Dan Kemaliq Lingsar, Sejak Awal Dibangun Hingga Kini Tetap Digunakan
Sebagai Sarana Kegiatan Ritual Keagamaan. Oleh Karena Itu, Status Taman Lingsar
Merupakan Benda Agar Budaya Yang Masih Dimanfatkan Sebagaimana Fungsinya Semula
( Living Monument ). Status Kepemilikiannya Ada Pada Karma Pura Lingsar. Karena
Kedudukannya Sebagai Benda Cagar Budaya,
Maka Pemeliharaan Dan Pemanfaatannya Di Bawah Pengawasan Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan.
e)
Latar
Belakang Sejarah
Di
Lingsar Terdapat Dua Buah Bangunan Pura Yang Penting, Yaitu Pura Ulon Dan Pura
Gaduh. Pura Ulon Merupakan Bangunan Pura Yang Pertama Di Lingsar, Terletak Di
Sebelah Timur Kompleks Taman Lingsar. Pura Gaduh Terletak Di Dalam Kompleks
Taman, Masyarakat Umum Mengenalnya Dengan Sebutan Pura Lingsar Saja.
Ditinjau
Dari Segi Usia Dan Sejarah Keberadaanya, Pura Di Lingsar Termasuk Bangunan Pura
Tertua Di Lombok. Dibangun Pada Masa Awal Kedatangan Orang Bali Di Lombok
Dengan Maksud Untuk Menetap. Pada Akhir Abad Ke 17. Latar Belakang Sejarah
Keberadaannya Taman Lingsar Tidak Dapat Dipisahkan Dengan Sejarah Taman Mayura
Dan Pura Meru Di Cakranegara, Pura Suranadi Dan Taman Narmada.
Tentang
Kemaliq Lingsar, Beberapa Sumber Menyebutkan Bahwa Sudah Ada Sejak Orang Bali
Belum Datang Di Lombok, Sebagai Tempat Pemujaan Bagi Orang Sasak Penganut “
Waktu Telu “. Tentang Ajaran “ Waktu Telu “ Itu Sendiri Pada Dasarnya Merupakan
Perpaduan ( Sinkriteisme ) Antara Berbagai Unsure Ajaran Agama Atau
Kepercayaan, Yaitu Hindhu ( Adwanta ), Islam ( Sufisme ) Dan Panteisme. Jadi
Animism Dan Mistik Dapat Diterima Secara Suka Rela Oleh Penduduk Lombok ( Suku
Sasak ) Pada Waktu Itu.
Agama
Hindu Yang Di Bawa Oleh Orang Bali Mengajarkan Bahwa Ajaran Agama Hindhu Tidak
Boleh Dipaksakan Kepada Orang Yang Beragama Lain. Yang Boleh Dipaksakan Oleh
Raja ( Bali ) Pada Waktu Itu Hanyalah Bahwa Semua Orang Harus Menyampaikan
Terima Kasih Kepada Tuhan, Menurut Caranya Masing-Masing. Berdasarkan Prinsip
Itu Maka Pembangunan Yang Dilakukan Oleh Raja Anak Agung Made Karangasem Pada
Akhir Abad Ke 19 Di Tempat Yang Sekarang Kita Kenal Sebagai Taman Lingsar ialah
:
1)
Bangunan
pura gaduh untuk pemeluk agama Hindhu – Budha dan
2)
Banguna
Kemaliq untuk penganut ajaran Waktu Telu
Kedua
bangunan tersebut boleh digunakan kapan saja menurut keperluan masing-masing.
Sekali dalam setahun diadakan upacara bersama, yaitu perang topat. Pada hari
yang sama mereka melaksanakan kegiatan ritual di tempat masing-maisng ( pura
dan kemaliq ) sesuai dengan caranya masing-masing.
Menurut
system pemerintahan bali, raja memegang pemerintahan pengadilan, dan agama.
Maka pembangnuan pura yang terletak di dalam kompleks taman lingsar itupun
ditangani oleh pihak kerajaan. Ketika belanda datang ( berkuasa ), urusan
pemerintahan dan pengadilan diambil alih, sedangkan urusan keagamaan tetap
dipegang oleha raja.
Dengan
latar belakang sejarah yang demikian itulah maka dua buah bangunan sarana
kegiatan ritual keagamaan dari dua kelompok masyarakat yang berbeda berada pada
satu kompleks. Pengelolaan kompleks taman itu hingga kini berada pada satu
instansi, yaitu Krama Pura Lingsar.
Perang
topat diselenggaraka pada bulan ke enam menurut perhitungan kalender bali, atau
bulan ke tujuh menurut kalender sasak biasanya sekitar bulan November / Desember
tarikh masehi. Pada dasarnya, upacara itu dilakukan sebelum menanam padi,
tetapi sudah masuk musim penghujan.
Pokok
pikiran awal diselenggarakannya upacara perang topat ialah sebagai pengungkapan
kegembiraan dan rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa. Dasar pemikirannya
adalah untuk mengembalikan hasil tanah ( berupa ketupat ) ke asalnya ( tanah di
Lingsar ), hasil itu digunakan sebagai pupuk ( sasak “ bubus lowong “ ) untuk
benih padi yang akan di tanam. Upacara ini dihadiri oleh warga subak ancar.
Biaya penyelenggaraan upacara pun dari subak.
Orang
sasak penganut ajaran “ waktu telu ‘ pada umumnya percaya bahwa di Lingsar itu
Raden Mas Sumilir dari kerajaan medayain ( dekat bertais sekarang ), yang
kemudian ditandai dan dikunjungi, sebagai tempat meminta kesuburan hujan.
Lontar mengenai silsilah raja yang moktah itu dibaca setiap tanggal 12 robi ‘ul
awal.
d. Taman Suranadi
a)
Lokasi
Pura
suranadi terletak di dusun ( kampong ) suranadi, desa selaparang kecamatan
narmada, kabupaten Lombok barat. Berjarak 15 kilometer dari pusat kota mataram,
ibu kota propinsi nusa tenggara barat. Terletak pada ketinggian 256 meter di
atas permukaan laut.
b)
Ukuran dan Luas
Di Suranadi terdapat tiga buah bangunan
pura, masing-masing di beri nama sesuai dengan fungsi sumber air yang ada di
dalamnya.
Lokasi pura, terkait dengan tempat keberadaan sumber air.Walaupun dari segi
rangkaian kegiatan ritual merupakan satu kesatuan, namun secara fisik terkesan
terpisah (terpencar).
Sesuai
dengan orientasi keberadaanya ketiga bangunan tersebut dapat dijelaskan sbb :
1) Pura Ulon/Pura Gaduh
Bila
lokasi ketiga pura itu ditarik garis lurus, maka pura Uloh/pura Gaduh terletak di ujung timur.Berdasarkan
topografinya pura ini yang paling tinggi, berbatasan langsung dengan kawasan
hutan lindung pada sisi bagian belakangnya, dan ruas jalan menuju lapangan golf
Golong pada bagian depannya.
2) Pura Pengentas
Terletak beberapa puluh meter dari pura
Uloh/Gaduh arah barat daya.Secara fisik, pura ini merupakan yang terkecil dan
paling sederhana di antara ketiga pura yang ada di Suranadi.Sisi selatan dan
timur berbatasan dengan pagar hotel Suranadi.Di dalamnya terdapat dua sumber
air, yaitu “pengentas” dan “toya tabah”.Pagar keliling pura ini relative baru.
3) Pura Pebersihan
Terletak kurang lebih 300 meter dari
pura Ulon/pura Gaduh, arah barat daya.Kini banguna pura ini telah berpagar
tembok.Pada sekitar tahun 1976, pagarnya masih berupa pagar darurat, dengan
bamboo.Di dalam pagar juga telah dibangun sarana penunjang sebagaimana yang
terdapat pada Pura Ulon.Di depan pintu halaman pura terdapat jalan tembus ke
utara menuju jalan raya Suranadi.
Ketiga
bangunan pura tersebut merupakan satu kompleks bangunan terbuka, di kelilingi
pagar tembok, denah berbentuk empat persegi panjang.
c)
Fungsi
Pada ketiga pura yang ada di Suranadi ini terdapat lima
sumber air yang di sebut ”petirtan” airnya di anggap ”sakral”, dan dipercaya
sebagai syarat kelengkapan dalam menjalankan upacara keagamaan.Baik untuk
keperluan upacara yang dilakukan sehari-hari, maupun untuk upacara-upacara lain
yang bersifat khusus.
Air dari kelima mata air ini terletak di Pura Suranadi
ini dinamakan ”panca tirta” (lima macam mata ait), yaitu :
a)Toya Tabah
b)Pebersihan
c)Pelukatan
d)Tirta
e)Pengentas
tentang kelima sumber air
itu, Ida Made Rai ( 60 tahun ), pemangku puro ulon menyampaiakn penjelasan
sebagai berikut :
“ air seperti yang ada di
pura ini adanya hanya di Lombok. Di tempat lain, di bali misalnya, untuk
mencari toya tabah diperlukan persyaratan khusus. Di sini kita dapat
memperolehnya dengan cara yang lebih sederhana. Banyaknya orang hindhu dari
berbagai tempat di luar pulau Lombok yang datang kemari untuk mengambil air di
sini merupakann pembenaran pandangan ini.
Ketenttuan yang harus
dipatuhi dalam mengambil air disini ialah bahwa orang yang keadaanya “ masih
kotor “ ialah keluarga dari orang yang meninggal ( belum diupacarakan ). Mereka
hanya boleh sampai dihalaman luar pura. Untuk mengambil air sebagai syarat
kelengkapan upacara, dapat minta bantuan orang lain yang tidak ada hubungan
keluarga dengan orang yang meninggal.
Di dalam system kepercayaan
agama hindu, dikenal dua jenis upacara, yaitu : upacara hidup ( manusia yadnya
) dan upacara mati ( pitra yadnya )
Pada “ manusia yadnya “,
cukup menggunakan tiga jenis ( tirta ) saja, yaitu : pebersihan, pelukatan dan
tirta. Sedangkan untuk “ pitra yadnya “, kelima jenis air ( panca tirta ) harus
digunakan semuanya. Setelah seseorang meninggal dunia, kemudian diupacarakan
dengan jalan jasadnya dibakar. Upacara ini disebut “ ngaben “. Setelah seluruh
jasadnya terbakar ( menjadi abu ), secara bertahan disiram dengan kelima jenis
air itu. Penyiraman pertama dengan “ toya tabah “, kemudian berturut-turut dengan
air “ pebersihan, pelikatan, tirta dan pengentas.
Sesuai dengan latar
sejarahnya, pura suranadi memiliki arti penting bagi pemeluk agama Hindu Budha
secara keseluruhan, tidak hanya bagi mereka yang bertempat tinggal di pulau
Lombok saja. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan upacara pujawali atau
upacara ulang tahun memperingati berdirinya pura ini, yang jatuh pada tanggal
lima belas bulan kelima ( purnama sasih kelima ) menurut perhitungan kalender
bali. Menurut tarikh masehi, biasanya jatuh pada bulan November, bertepatan
dengan bulan purnama. Pada upacara ini, yang datang tidak hanya pemeluk hindhu
budha yang ada di Lombok saja, tetapi juga dari bali.
Pelaksanaan kegiatan ritual
keagmaan di pura suranadi, secara gari besarnya dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1) Di Pura Pebersihan
Pelaku upacara membersihkan diri dengan cara mandi dengan
air di sumber air “pebersihan” kemudian bersembahyang di pura yang letaknya di
dekat sumber air tersebut.Setelah itu upacara dilanjutkan di Pura Ulon/Gaduh.
2) Di Pura Ulon/Pura Gaduh
Didepan pintu gerbang pura terdapat “air pelukatan” yang
digunakan untuk melukat (dipercikkan) kepada siapa saja yang datang atau hendak
masuk pura.Bentuk upacara di dalam pura ini ialah bersembahyang.Banyak juga
orang datang kemari untuk minta air (
tirta ) saja.Pura Ulon adalah pura utama di Suranadi.
Pura pengentas hanya sebagai tempat untuk mengambil air
untuk upacara “ pitra yadnya “ saja, yaitu “ toya tabah “ dan pengentas. Maka
dapat dimengerti bila tidak dibangun sarana penunjang seperti yang ada pada
pura yang lain.
Adapun penjelasan lebih
rinci dari fungsi Pura Ulon/Pura Gaduh adalah :
a)
Pada sudut barat laut terdapat bangunan
terbuka yang disebut “bale” digunakan sebagai tempat beristirahat atau tidur
bagi pengunjung yang menginap.
b)
Di sebelah selatan pintu masuk terdapat
bangunan yang disebut “Bale Pewedaan” tempat pendeta membaca Weda ketika
upacara sedang berlangsung.
c)
Pada bagian tengah halaman terdapat dua
buah bangunan terbuka yang menyerupai “berugaq” yang kedua bangunan ini disebut
“Bale Banten” yaitu tempat menyiapkan banten atau kelengkapan upacara.
d)
Di sebelah timur Bale Banten terdapat
sumber air pelukatan.Disisinya terdapat tempat menaruh sesaji yang di sebut
“persimpangan tirta”.
e)
Pada sisi sebelah timur,lantai halaman
di buat tinggi, tempat bangunan utama di apit hiasan naga.Di depan naga
dibuatkan tempat menaruh sesaji, disebut “plawangan”.
f)
Disebelah kanan halaman pura, agak ke
depan, terdapat sumber air tirta dengan persimpangan tirta-nya.
g)
Di sebelah timur sumber air tirta
terdapat pohon beringin yang sangat besar dan dibawahnya terdapat bangunan
kecil yang disebut “kemaliq” tempat pemujaan bagi orang-orang sasak penganut
ajaran Waktu Telu.
h)
Di sudut timur laut terdapat sebuah
pura yang disebut Pura Majapahit.Pendirian pura ini dimaksudkan untuk mengenang
para leluhur, bahwa asal usul orang Hindu yang ada di sini berasal dari
Majapahit.
Adapun fungsi dari Pura
Pebersihan:
a)
Pintu gerbang berbentuk “Candi
Bentar”.Di depan pintu tidak ada Bale gong.
b)
Di sudut barat laut dan barat daya
terdapat “bale” yang digunakan sebagai tempat menginap dan beristirahat.
c)
Di tengah halaman juga terdapat “bale
banten” yang ukurannya lebih kecil dibandingkan di Pura Ulon.
d)
Di sudut timur laut terdapat bangunan
utama pura tempat bersembahyang.
e)
Di sebelah timur “bale banten” terdapat
sumber air “pebersihan”.Tempat membersihkan diri (secara fisik) dengan jalan
mandi sebelum bersembahnyang di pura.
f)
Di sebelah selatan pura terdapat sebuah
bangunan pemujaan yang disebut kemaliq sama seperti yang ada di Pura Ulon namun
ukurannya jauh lebih besar.
g)
Air yang keluar dari sumber air
“pebersihan” di salurkan keselatan.Diluar pagar halaman pura dibuat kolam untuk
pemandian bagi masyarakat setempat, kebanyakan anak-anak.
d)
Latar
Belakang Sejarah
Telah
dijelaskan pada bagian ini, bahwa keberadaan Pura Suranadi, terkait dengan adanya sumber-sumber air
“tirta” yang sangat penting artinya di dalam pelaksanaan ritual keagamaan (
Hindu ).
Sehubungan
dengan hal itu maka latar
belakang sejarah Pura Suranadi merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah
datangnya orang-orang Bali di Lombok dengan maksud untuk menetap.
Tentang
masuknya orang-orang Bali di Lombok ini, Tim Penyusun Masterplan Pemugaran
Taman Narmada,Lombok,1983,mengemukakan adanya kemungkinan bahwa orang-orang Bali berada di Lombok sejak abad ke 11.Dugaan
ini diperkuat dengan di temukannya prasasti di Pujungan, Tabanan
(Bali).Disebutkan juga bahwa kerajaan Gelgel di Bali pada masa pemerintahan
tahan Batu Rengggong tidak hanya memerintah di Bali tetapi berhasil memperluas
kekuasaannya sampai di Sasak (Lombok),Sumbawa,serta seluruh Blambungan sampai
Puger atau Lumajang (Jawa Timur).
Setelah
Gelgel mulai lemah terjadi pergolakan dan kedudukan Gelgel digantikan oleh
Klungkung.Selanjutnya kedudukan Klungkung digantikan oleh Karangasem dan pada
saat inilah secara berangsur-angsur Lombok ditempatkan dibawah kekuasaan
kerajaan Karangasem di Bali.Sejak saat itulah dimulai gelombang perpindahan
orang-orang Bali ke Lombok.
Pada awal kedatangannya orang-orang
Bali di Lombok ikut serta seorang “Pendeta” atau “Pedende/sulinggih” yakni
orang-orang yang sudah menduduki derajat kesucian menurut agama hindu.Pura
Suranadi dibangun pada waktu itu oleh Pendeta Sakti Bau Rawuh, ada juga yang
menyebutnya Danghyang Niratha.Beliau di Lombok hanya sebentar untuk menjaga
agar jangan sampai umat hindu yang ditinggalkan itu tidak dapat melakukan
tertib upacara menurut ajaran agama yang telah ditentukan, beliau “membuat”
lima macam “air suci” (panca tirta).Setelah berkeliling mencari di tempat yang
kini bernama Suranadi itu terdapat lima mata air dan langsung diberikan “puja
mantera” sehingga air yang keluar dari mata air itu dipandang sebagai air suci,
bersifat sacral.
Menurut versi lain, Suranadi “dibuat”
atas inisiatif raja Pagesangan bernama Anak Agung Nyoman Karang pada tahun 1624
Saka atau 1720 M.Beliau memanggil seorang pendeta dari Bali bernama Pedande
Sakti Abah, cucu Pendeta Dwi Jendra, untuk melaksanakan “panca yadnya” yaitu
lima macam pengorbanan menurut ajaran agama Hindu.Untuk itu Pedande Sakti Abah
memilih tempat yang kemudian disebut Suranadi.
Secara
etimologis, Suranadi berasal dari kata “sura” (dewa) dan “nadi” (sungai).Dalam
kamus bahasa jawa kuno disebutkan bahwa Suranadi juga berarti “Kahyangan”,
tempat para dewa bersemayam.Sampai dengan sekitar tahun 1930, keadaan di
sekitar Pura Suranadi masih merupakan hutan belantara.Atas prakarsa dua orang
punggawa saat itu.Adapun biaya dikeluarkan oleh “Pura Fonds”.Tempat pemujaan di
sebelah utara (Ulon) dan pemujaan di sebelah selatan adalah hasil prakarsa dari
kedua punggawa tersebut.
Pada
waktu yang bersamaan dengan saat usaha itu berjalan seorang employer pada
Nederlands Indische Bank bernama L.Frantzman mendirikan sebuah rumah semi
permanen di dataran atas sebelah selatan Pura Ulon/Gaduh.Kemudian bangunan itu diambil alih oleh pemerintah
dari pemiliknya untuk dijadikan pesanggrahan yang statusnya menjadi milik
daerah itu.
Bangunan pesanggrahan inilah yang dalam
perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1932 s.d datangnya tentara jepang
(1942), digunakan sebagai tempat peristirahatan dan tempat menginap tamu-tamu
Belanda.Kini Bangunan itu telah berkembang menjadi sebuah hotel yaitu Hotel dan
Restoran “Suranadi”.
e)
Status
Ditinjau
dari usianya, maupun latar belakang sejarah keberadaanya, ketiga pura yang ada
di suranadi ini termasuk benda cagar budaya sebagaimana dimaksud undang-undang
nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya.
Karena sejak awal dibangunnya sampai dengan
saat sekarang ini secara berkesinambungan digunakan sebagai sarana kegiatan
ritual keagamaan, pura suranadi digolongkan sebagai “ living monument “
Artinya
monument yang masih difungsikan sebagaimana fungsinya semula. Status pemilikan
maupun pengelolaannya tetap ada pada masyarakat pemakainya. Namun hal-hal yang
terkait dengan pemeliharaan, perawatan, mapun pemanfaatannya diatur dalam
undang-undang nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya dan peraturan
pemerintah nomor 10 tahun 1993 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 5 tahun
1992.
0 komentar:
Posting Komentar